Recap : Efek samping yang dialami Sayaka mulai mereda, dan di malam hari, Higen bertemu dengan Sasori dan mulai menanyainya. Sesuatu. Dan. Nggak. Gay.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~Sayaka’s POV~
Tsunade masuk dan datang ke arahnya, “Tsunade-Sama, tak adakah obat atau apa?” tanya Higen, Tsunade menggeleng, “Sayaka, maafkan aku, seharusnya aku tidak melakukan jurus itu!” seru Tsunade, “Bibi ini bagaimana? Kan aku sendiri yang meminta agar kau melakukan jurus ini.” Kata Sayaka berusaha menghibur.
~Sasori’s POV~
Sasori akhirnya memutuskan untuk masuk ke ruangan Sayaka, disitu Tsunade memegang tangan Sayaka. Sayaka mengerang, Tsunade memegangi tangannya. “Berapa lama dia akan seperti itu?” tanya Sakura, “Entahlah.” Jawab Tsunade.
~let’s skip~
Rasa sakit Sayaka sudah mereda, sekarang dia tertidur lelap, “Kurasa sudah selesai, ingatannya sepertinya sudah kembali semua.” Kata Tsunade, Naruto menatap Sayaka, “Benar-benar jurus yang menyeramkan.” Sakura bergidik, “Sebaiknya kita kembali ke Mansion Kazekage, jam besuk sudah lewat sejak 20 menit yang lalu.” Kata Kakashi menatap jam. “Baiklah, ayo, Higen.” Tsunade memanggil Higen, kemudian, mereka kembali ke Mansion Kazekage.
~In Gaara’s House~
Higen terbangun di malam hari, tenggorokannya terasa haus. “Ah sial, aku lupa dimana dapurnya.” Gerutu Higen, dia mondar-mandir dalam keremangan mencari dapur. Mansión Kazekage sangat luas, dan dia sangat haus. Menggerutu dalam hati, Higen melanjutkan mencari dapur.
“Kau mencari apa?” terdengar sebuah suara di belakangnya, “Dapur.” Jawab Higen sambil berbalik, ternyata Sasori. Sasori menatapnya, “Disini.” Kata Sasori sambil membukakan pintu, “Apa kau mengikutiku?” pertanyaan ini meluncur dari mulut Higen sebelum dia bisa menahannya.
Sasori menatapnya, “Aku haus, dan air di kamarku habis.” Kata Sasori tenang lalu membuka kulkas dan mengambil air dingin. Higen menatapnya dingin, “Kenapa? Caramu menatapku itu seakan aku nyaris membunuh kakakmu.” Kata Sasori tampak agak kesal.
Higen diam saja, “Kata mereka, kau nyaris mati, dan gara-gara itu Nee-Chan lepas control.” Jawab Higen, “Bagaimana kau bisa nyaris mati? Bukannya kau si Akasuna no Sasori yang terkenal, mana kemampuanmu? Kenapa kau tidak menangkis pedang-pedang itu dengan benang chakramu?” tuntut Higen.
Sasori terdiam sebentar, lalu menghela nafas, “Ketika orang yang kau anggap penting di hidupmu terancam bahaya, kau tidak akan ingat apapun lagi selain melindunginya,” jawab Sasori pelan. Higen terbelalak, “Kurasa itulah sebabnya aku lupa untuk menggunakan benang chakra.” Lanjut Sasori. “Kau mengatakan kalau kakakku penting di hidupmu?” ulang Higen tak percaya.
“Kau adik angkatnya, iya kan?” tanya Sasori, Higen mengangguk, “Kalau begitu aku tidak menyalahkanmu karena tidak tahu apa yang telah dia lakukan dulu.” Kata Sasori tenang. “Dia melakukan apa?” tanya Higen memicingkan mata. Sasori terdiam sebentar, kemudian berkata, “Dia adalah sahabat pertamaku.” Kata Sasori sambil berjalan pergi, “Tidak lebih?” tanya Higen curiga. Sasori menatapnya kaget, “Menurutmu?” tanya Sasori kemudian menutup pintu dapur.
“Hei!” seru Higen kesal dan mengejarnya, tetapi Sasori sudah berada di kamarnya, meninggalkan Higen di tengah keremangan. Dengan kesal, Higen meneguk air minum yang dia pegang dan kembali ke kamarnya.
To Be Continued.~.~.~.~.~.~.









0 komentar:
Post a Comment