Recap : Tsunade dan Higen menggunakan jurus pengembali ingatan untuk mengembalikan kenangan Sayaka selama di Sunagakure.
Sayaka mengernyit melihat pemandangan baru ini, dia melihat dirinya sendiri ketika masih kecil, “H-halo?” tanyanya coba-coba, anak itu diam saja, Sayaka melangkah ke depannya dan melambai dengan semangat, anak itu tetap diam saja, Sayaka menoleh dan melihat ke sekeliling, kegelapan tadi sudah berubah menjadi Sunagakure beberapa tahun yang lalu.
Anak didepannya melangkah santai, dan—yang membuat Sayaka shock—berjalan menembusnya, “N-nani?” Sayaka berkata kaget, tetapi anak itu diam saja dan duduk di bangku taman bermain, dia menatap ke arah anak-anak yang sedang bermain dengan sedih, kemudian salah satu dari anak-anak tersebut menyadari kehadirannya dan berbisik ke teman-temannya, teman-temannya menatap Sayaka kecil dengan pandangan tak suka kemudian berjalan ke arah Sayaka dan Sayaka kecil.
“Hei, monster, ngapain kau disini?” Tanya salah satu anak itu dengan pandangan melecehkan.
“Hei, kau itu lagi ditanya, jawab dong!” seru anak kedua Sayaka tetap diam saja.
“Hih, dasar anak monster, tak tahu diri!” seru salah seorang anak ketiga habis sabar dan memukulnya, Sayaka kecil bergeming, lalu menatap anak-anak itu dengan pandangan menyeramkan, anak-anak itu terkesiap.
“Kenapa kau memukulku? Apa aku pernah melakukan kesalahan padamu?” Tanya Sayaka, “K- Bukan urusanmu!” seru anak pertama dan memukul kepalanya, “Kau ini bukan siapa-siapa! Kau hanyalah anak yang dibuang!” seru anak pertama lagi.
Sayaka merasakan dadanya sakit, ‘Dulu, aku seperti itu’ pikirnya pahit, Sayaka berdiri dan berteriak, “APA SALAHKU?? APA SALAHKU SEHINGGA KALIAN BEGITU MEMBENCIKU?” anak-anak tersebut malah tertawa.
“Dia marah!! Oooh sungguh mengerikan!!” seru anak keempat.
“Ayo! Lempari dengan batu!” seru anak kelima. Anak-anak itu mulai melemparinya
“Dasar monster!”
“Sampah masyarakat!”
“Orang buangan!”
Sayaka ingin berteriak hentikan, tetapi tidak ada yang mendengarnya, Sayaka hanya diam, tepat ketika satu batu mengenai dahinya—dan mulai berdarah—Sayaka tetap diam, setelah anak-anak itu puas, mereka pergi, meninggalkan Sayaka menangis tersedu.
Sayaka menatap kejadian tadi dengan pahit, tetapi kemudian kenangan itu berubah. Sekarang, Sayaka kecil sedang duduk di bangku tepi lapangan, menatap tanah dengan muram, Sayaka menoleh ke sekeliling kemudian menatap sesuatu yang membuat mulutnya menganga, Sasori kecil. Dan Nenek Chiyo, versi lebih muda.
Bimbang, Sayaka melangkah mendekat ke Sasori kecil, dia melihat Sasori kecil sedang menatap ke satu arah, Sayaka mengikutinya dan menyadari kalau dia menatap ke Sayaka kecil, “Sasori, urusanku disini sudah selesai, ayo, nak, kita pulang.” Kata Nenek Chiyo.
Sasori diam saja, “Chiyo-Baa, kenapa anak itu sendirian?” Sayaka membelalak mendengar suara Sasori, suaranya sangat lembut dan halus.
“Orang-orang menjauhinya.” Desah Nenek Chiyo, juga menatap ke Sayaka kecil, “Kasihan dia, masih kecil tetapi sudah menghadapi kesendirian.” Kata Nenek Chiyo lagi.
“Kenapa orang-orang menjauhinya, Chiyo-Baa?”
“Dia itu adalah jinchuuriki.” Kata Nenek Chiyo muram, Sasori menoleh.
“Jinchuuriki?” ulangnya tak mengerti.
“Dia memiliki sebuah monster bijuu berbentuk harimau putih ekor delapan didalamnya.” Kata Nenek Chiyo, “Namanya ialah Hachibi, hachibi itu, pernah mengamuk di Konoha ketika dia baru lahir, dia sebenarnya dari Konoha, orangtuanya membawanya kesini setelah menyegel Hachibi ke dalam dirinya, supaya dia tidak dijauhi, tetapi tetap saja, ada orang yang menggosipkan, kasihan sekali, orang tuanya sudah meninggal.” Kata Nenek Chiyo sedih.
“Orang tuanya, kenapa mereka sekejam itu?” Tanya Sasori, kedengaran kesal.
“Ah, Sasori, kau belum mengerti, kau masih terlalu muda.” Kata Nenek Chiyo, “Kau kasihan padanya? Atau peduli padanya?” Tanya Nenek Chiyo lagi. Sasori diam saja. “Yah, kalau kau memang peduli padanya, aku rasa kau tahu apa yang harus kau lakukan.” Kata Nenek Chiyo tenang, kemudian berjalan pergi, sementara Sasori tampak kebingungan tetapi tetap mengikutinya.
Kemudian, kenangan itu berganti, kali ini, hanya ada Sasori, dia sedang duduk sendirian di taman, kelihatan sedih, tiba-tiba, Sayaka kecil menghampirinya.
“Hei, kau kenapa?” Tanya Sayaka, Sasori diam saja, “Hei? Ada apa? Kau sedang ada masalah?” Tanya Sayaka.
“Diam.” Kata Sasori dengan pandangan mengerikan. Sayaka hampir mengkeret tetapi tetap bertanya. “Hei—“ tetapi Sasori menepisnya pergi sehingga Sayaka terjatuh. Sasori terperanjat, “G-gomen’nasai. (Maaf)” kata Sasori pelan.
Tetapi Sayaka hanya tersenyum lemah dan bangkit berdiri sambil membersihkanpasir dari bajunya, “Daijoubu! Aku sudah biasa diperlakukan seperti ini,” kata Sayaka, tetapi Sasori memperhatikan suaranya bergetar, “Gomen, aku sudah menghabiskan waktumu dan mengganggumu, aku pergi sekarang.” Kata Sayaka dan berbalik pergi.
“Matte! (Tunggu!)” kata Sasori. Sayaka menoleh, “N-nani?” tanyanya. “Kau tidak menghabiskan waktuku ‘kok.” Kata Sasori tanpa berpikir panjang, kemudian menyadari apa yang barusan dia katakana dan wajahnya merona merah.
“Apa maksudmu?” Tanya Sayaka. “Aku tidak akan melukaimu seperti orang lain, aku—aku mau menjadi temanmu.” Kata Sasori tegas dan wajahnya semakin merah. Sayaka mengerjap, tetapi kemudian tersenyum lepas dan bahagia, untuk pertama kalinya dalam seumur hidupnya, dia merasakan kehangatan, “Arigato gozaimasu.” Katanya bahagia, “Namaku adalah Sayaka, siapa namamu?”Tanya Sayaka sopan.
Sasori tersenyum kecil, “Sasori, Sasori desu.” (gue gak tau nama kel.nya dia hohoho) “Sasori,” ulang Sayaka, nyengir, “Panggil aku Ya-Chan!” katanya ceria. “Ya-Chan.” Ulang Sasori.
“Jadi, kenapa kau sendirian dan bersedih?” Tanya Sayaka. Sasori menunduk dan terdiam beberapa saat, “Hei, kau tidak perlu menjawab kalau tidak ingin.” Kata Sayaka buru-buru. “Orang tuaku pergi misi.” Kata Sasori.
“Misi?” ulang Sayaka, “Kau rindu mereka? Tenang saja, mereka pasti akan kembali.” Kata Sayaka menghibur. “Sudah sejak 6 bulan yang lalu dan mereka belum kembali.” Dengus Sasori. “Ah…” Sayaka tak tahu harus berkata apa.
“Chiyo-Baa terus memintaku untuk menunggu, dia bilang misinya lama,” kata Sasori dengan suara bergetar, “Tapi aku tahu, aku sudah tahu kalau mereka tidak akan kembali lagi! Jadi selama ini, aku dan kakakku menunggu bukan untuk apa-apa! Tak ada gunanya! Berapa lama pun aku bersabar, mereka tidak akan kembali!” seru Sasori sampai tubuhnya bergetar sangking marah dan sedihnya.
Sayaka menatapnya, “Aku tak pernah tahu seperti apa wajah orang tuaku.” Gumam Sayaka. Sasori menoleh, “Tak sedikitpun?” Tanya Sasori, Sayaka menggeleng. “Aku mengerti perasaanmu, Sasori-San.” Kata Sayaka, “Orang tuaku meninggal dalam misi ketika aku masih bayi.” Kata Sayaka.
“Gomen.” Kata Sasori. Sayaka menatapnya dan nyengir, “Daijoubu!” kata Sayaka, Sasori terperanjat, dia merasakan wajahnya memanas, “Kau kenapa senyum?” Tanya Sasori.
“Kenapa? Karena aku yakin, orang tuaku tidak ingin aku menjadi anak yang kerjanya terus-terusan menangis dan meratap, aku yakin, mereka pasti ingin aku bahagia dan berjuang!” jawab Sayaka, Sasori terdiam.
“Hei, kalau kau kesepian, kau boleh datang ke tempatku ‘kok, tapi terserahmu sih, karena sudah kebiasaan semua orang menjauhiku.” Canda Sayaka. Sasori tetap diam, kemudian menoleh dan menatapnya.
“Aku mau menjadi temanmu.” Kata Sasori, “Nani?” Sayaka melongo kaget. “Apa kau bilang?” kata Sayaka tak percaya, “Aku mau menjadi temanmu.” Kata Sasori tegas. Sayaka terdiam, kemudian mulai menangis, “Loh? Hei? Kenapa kau?” Tanya Sasori agak panik.
“Tidak, hanya saja, belum pernah ada orang yang mengatakan hal seperti itu padaku, orang-orang cenderung menjauhiku, hiks, m-mendengar seseorang mengatakan hal tersebut membuatku—membuatku sangat senang.” Kata Sayaka sambil menghapus airmata. Sasori tersenyum, “Kalau begitu, mulai sekarang kita jadi sahabat, ya.” Kata Sasori, “Ya!” kata Sayaka gembira.
Kemudian, kenangan itu berubah lagi, kali ini, Sasori sedang duduk, kelihatannya dia menunggu seseorang. Benar juga, tak lebih dari sepersekian detik kemudian, Sayaka kecil datang berlari-lari.
“Saso-Kuuun!!!” panggilnya. Sasori menoleh. “Ya-Chan!” balasnya sambil tersenyum kecil, tetapi kemudian berubah jadi kaget ketika Sayaka jatuh.
“Ya-Chan!” seru Sasori kemudian berlari ke arah Sayaka, “Kau tidak apa-apa?” Tanya Sasori khawatir, lutut Sayaka terluka dan mengeluarkan banyak darah, sampai menetes.
“Uuu- s-sakit…” Sayaka memegangi lututnya, menahan airmata yang mau mengalir. Sasori tampak khawatir, dan kemudian, dengan tiba-tiba, Sasori menggendong Sayaka (Sasori : 9 Sayaka : 4) di punggungnya.
“Akan kubawa kau ke Chiyo-Baa!” kata Sasori sambil berlari menuju rumahnya. Sasori sampai ke rumahnya dan menendang pintu terbuka, disana, Nenek Chiyo sedang menyiapkan makan malam. “Sasori kau su—Astaga, apa yang terjadi!?” Tanya Nenek Chiyo melihat lutut Sayaka yang berdarah.
“Ya-Chan jatuh.” Kata Sasori sambil menurunkan Sayaka di bangku makan terdekat. “Akan kusembuhkan.” Kata Nenek Chiyo. “Tak usah, biar aku saja, aku akan mengambil kotak obat.” Kata Sasori tegas kemudian berlari mencari kotak obat, semenit kemudian dia kembali dengan kotak obat.
“Aku permisi sebentar, jemuran belum diangkat.” Kata Nenek Chiyo, Sasori mengangguk. Kemudian, Sasori berlutut di depan Sayaka dan mulai membersihkan lutut Sayaka, Sayaka berjengit, “Gomen.” Kata Sasori pelan. Kemudian, Sasori menutulkan obat merah ke luka Sayaka, “Sakit, ya?” Tanya Sasori berjengit melihat luka Sayaka.
“Sakit… sakiiit…. Hiks hiks.” Sayaka menangis, Sasori mendongak, kaget. “Loh, kok nangis?” tanyanya. “Sakit sekaliii!” tangis Sayaka makin kencang,
“Sudah, jangan nangis.” Kata Sasori pendek, dan membungkus luka Sayaka, “Tuh, sudah kan, jangan nangis.” Kata Sasori lagi. Tangis Sayaka mulai mereda, “A-arigato.. Saso-Kun.” Kata Sayaka sesenggukan. “Gomen, aku sudah menangis, bikin repot.” Kata Sayaka pelan, “Daijoubu.” Kata Sasori sambil menyimpan kotak obat, “Aku senang menjadi orang yang dapat menghapus airmatamu.” Kata Sasori dengan wajah merah padam. “H-heh?” Sayaka tidak dengar, “Ah, tidak…” gumam Sasori memalingkan wajah.
Ketika kenangan itu berubah, Sayaka (besar) merasakan sebuah entakan di perutnya, “Aku tidak pernah ingat semua kenangan ini…” katanya sedih. Dia mendongak untuk melihat kenangan baru, kali ini tempatnya di kebun bunga Sayaka buatan Nenek Chiyo, Sasori dan Sayaka sedang duduk di bawah pohon Sayaka besar dan sedang tertawa.
“Selamat ulang tahun, Ya-Chan!” seru Sasori. “Saso-Kun! Kau ingat!” seru Sayaka bahagia. “Tentu saja, kita ‘kan sahabat!” balas Sasori. Sasori kemudian merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah kotak kado. “Whaa… apa isinya, Saso-Kun?” Tanya Sayaka, tertarik.
“Bukalah.” Kata Sasori sambil menyerahkan kotak itu. “Aku ingin memberimu hadiah yang paling special, karena, kaulah sahabatku satu-satunya!” kata Sasori ceria, Sayaka tersenyum dan membuka kado itu, dan kemudian melongo kaget.
Sasori memberinya sebuah boneka—atau tepatnya—miniatur Sayaka dengan wajah tersenyum, dia membuatnya sangat detail sampai Sayaka tak tahu harus berkata apa.
“S-Saso-Kun… i-ini..” Sayaka kehabisan kata-kata, “Itu untukmu, sebagai lambang persahabatan kita.” Kata Sasori, Sayaka tersenyum kemudian melepas jepit rambut bunga Sayaka yang dia pakai, “Ini.” Kata Sayaka menyerahkannya ke Sasori, “Heh?” Sasori memandang jepitan itu dengan pandangan apa-apaan-ini?.
“Ini adalah satu-satunya peninggalan ibuku, dan benda kesayanganku, terimalah.” Kata Sayaka tersenyum, “Tidak, itu milikmu, aku tidak layak.” Kata Sasori. Tetapi Sayaka meraih tangan Sasori dan meletakkan jepitan itu di tangan Sasori.
“Ini, dan boneka, adalah lambang persahatan ini, simpanlah.” Kata Sayaka tersenyum, Sasori terdiam, kemudian dia berkata, sambil mencengkeram jepit rambut itu.
“Sayaka-Chan, aku berjanji, kita akan terus bersama selamanya, dan aku berjanji, aku akan menjadi orang yang menjadi alasanmu untuk tersenyum, tertawa, dan terus maju, aku akan menjadi orang yang dapat kau andalkan dan akan selalu melindungimu, bahkan walaupun itu berarti aku akan kehilangan nyawaku.” Kata Sasori, wajahnya merona, tapi suaranya terdengar mantap.
Sayaka merasakan pipinya memanas, kemudian menatap Sasori, “Kau tidak mati untuk sahabatmu, kau hidup demi mereka.” Kata Sayaka, Sasori mengangguk, “Kalau begitu…” kata Sayaka sambil meraih kelingking Sasori, dan mengaitkannya dengan kelingkingnya, “Aku akan menjadi alasanmu untuk hidup, dan kau akan menjadi alasanku untuk hidup.” Kata Sayaka nyengir lebar. “janji?” kata Sayaka, Sasori tersenyum, “Janji!” jawabnya.
Sayaka merasakan entakan tak enak di perutnya, “Aku melanggar janji itu…” bisik Sayaka, kemudian kenangan itu berubah lagi..
“Tidaaak! Aku tidak mau pergi!” jerit Sayaka kepada bibinya, “Aku tahu, Sayaka, tetapi kita harus pindah, aku minta maaf, tetapi ini adalah misi, tugas dari Kazekage! Aku berjanji, kalau misi ini selesai, kita akan kembali ke sini, ke Suna.” Kata bibinya lembut. Sayaka bergetar, kemudian berkata, “Izinkan aku mengucapkan selamat tinggal kepada Sasori.” Katanya, bibinya mengangguk, “Cepat.” Kata bibinya.
Sayaka berlari menuju rumah Sasori, “Saso-Kun!! Chiyo-Baa!! Permisii!!” seru Sayaka sambil mengetuk pintu, tak ada jawaban, “Saso-Kuuun!! Chiyo-Baaa!!” panggil Sayaka sambil mengeraskan suaranya tetapi masih tidak ada jawaban, “Permisiii!! Apakah ada orang dirumah??” panggil Sayaka, mulai gelisah. Tidak ada orang dirumah itu, Sayaka mendesah, kemudian mulai menulis surat, sambil menahan air mata.
Dear Saso-Kun,
Ketika menulis surat ini, aku sedang berada di rumahmu, tetapi tidak ada orang disini, jadi kutulis saja surat.
Saso-Kun, aku tahu ini sangat tiba-tiba dan aku tidak pernah memberitahumu soal ini, tetapi aku memang baru tahu soal ini hari ini.
Saso-Kun, aku benar-benar minta maaf, tadi, Bibi baru saja memberitahuku kalau kami akan pindah ke Kirigakure, bibi mendapat misi dan dia harus tinggal di Kirigakure entah berapa lamanya, aku tidak tahu.
Saso-kun, aku tidak yakin apakah kami akan kembali lagi ke Suna suatu hari nanti, tapi aku janji aku akan mengunjungimu tiap kali ada kesempatan.
Sasori-Kun, terima kasih atas segala hal yang telah kau lakukan selama kita bersahabat, kau sangat baik kepadaku dan aku tidak akan melupakan semua kebaikanmu.
Terimakasih, Sasori-Kun, aku sayang padamu.
Ya-Chan.
Sayaka menatap surat itu dan menyelipkan ke dalam rumah Sasori melalui pintu, kemudian dia berlari menuju rumahnya dengan air mata membanjiri wajahnya.
“Kau sudah kembali?” Tanya bibinya, “Sudah.” Kata Sayaka pelan tanpa menghapus airmatanya, bibinya mendesah, kemudian berkata, “Semua persiapannya sudah selesai, ayo, Sayaka, kita pergi.” Kata Bibinya. “Tunggu sebentar, bi.” Kata Sayaka kemudian berlari ke kamarnya.
Kamarnya sudah disusun rapih, dia berlari menuju kardus yang bertuliskan MAINAN SAYAKA. Kemudian dia membuka kardus itu dan mengeluarkan sebuah boneka, boneka itu adalah hadiah ulang tahun dari Sasori untuknya. Mendesah, Sayaka menaruh boneka itu di tas punggungya dan berlari ke bawah. Di bawah, sudah ada orang-orang yang akan membantu mengangkat barang-barang mereka, sangking sedihnya, Sayaka menabrak salah satu orang itu dan tak menyadari kalau boneka dari Sasori terjatuh. “Semuanya sudah?” Tanya bibinya, “Sudah.” Kata orang itu, “Baiklah, ayo, Sayaka, kita berangkat.” Kata bibinya. Sayaka mengangguk.
Sasori dan Chiyo baru sampai di rumah, Sasori melihat surat Sayaka dan membukanya, matanya membelalak, dan tanpa pikir panjang, dia berlari menuju rumah Sayaka, mengabaikan panggilan Nenek Chiyo dan berharap dia belum terlambat.
Dia sampai dirumah Sayaka dan melihat rumah itu sepertinya sudah kosong, “Tidak, kumohon, belum.” Gumam Sasori khawatir, kemudian menggebrak pintu membuka, pintu rumah itu tidak dikunci, “SAYAKA-CHAN!! BIBI!!” panggil Sasori, tetapi tidak ada jawaban. Setelah mengelilingi dan mencari di seluruh sudut rumah, Sasori terduduk di lantai, tak memercayai kalau dia tidak bisa mengatakan selamat tinggal kepada Sayaka secara langsung.
Sasori mendesah kemudian menyadari kalau di depannya adalah boneka hadiah ulang tahun darinya untuk Sayaka, dia memungut boneka itu dan membawanya pulang kerumah. Dan tiba-tiba, hujan turun, hal yang sangat langka di Suna, Sasori menatap langit, kemudian dia tidak bisa membendungnya lagi, semua kesedihan yang ada dalam dirinya, dia menangis dan meneriakkan, “SAYAKA-CHAAAAAAAAAAAAAN!!!”
~Beberapa hari kemudian~
Sayaka tidak menghabiskan makanannya, dia diam saja, sekarang dia berada di Konoha, bibinya sakit keras, kemudian, Tsukina datang menjenguknya, “Sayaka, kau akan terus begini?” Tanya Tsukina prihatin, “Disini tidak ada yang sebaik Sasori, begitu juga di Kiri.” Kata Sayaka muram sambil menatap hujan yang turun di luar. Tsukina mendesah, “Maaf, Sayaka, ini adalah permintaan bibimu, dan kurasa, memang inilah satu-satunya jalan keluar…” Sayaka menoleh, “Ap-“ “Secret Technique : Mind Erasing Jutsu!” seru Tsukina, kemudian Sayaka tidak mengingat apa-apa lagi, dia tertidur.
Sayaka membuka matanya dan terbangun, kaget. Disebelahnya, sudah ada Higen, dan Tsunade, “Bagaimana?” Tanya Tsunade, Sayaka tersenyum, “Ya, aku sudah ingat semuanya.” Kata Sayaka.
TO BE CONTINUED........









0 komentar:
Post a Comment